HPS CONSULTINGS
Keberatan atas Ketetapan atau Pemotongan Pajak
Salah satu hak yang dimiliki Wajib Pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya, adalah mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak yang diterbitkan oleh petugas pajak (fiskus) yang antara lain merupakan hasil dari Pemeriksaan Pajak atau atas suatu pemotongan dan/atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak.
Keberatan ini dapat ditempuh oleh Wajib Pajak apabila merasa tidak
puas atau tidak setuju dengan ketetapan pajak hasil produk dari
pemeriksaan pajak. Keberatan juga dapat dilakukan apabila Wajib Pajak
tidak setuju dengan hasil pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak.
Keberatan harus diajukan oleh Wajib Pajak secara tertulis dengan
memperhatikan sejumlah ketentuan dan persyaratan sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
(UU KUP).
Persyaratan Pengajuan Keberatan
Dalam mengajukan keberatan, Wajib Pajak diwajibkan untuk mengikuti
ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam Pasal 25 UU KUP tersebut.
Persyaratan ini biasanya disebut sebagai persyaratan formal pengajuan
keberatan. Persyaratan formal pengajuan keberatan ini juga diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013. Berikut
akan diulas mengenai persyaratan-persyaratan tersebut.
a. Keberatan diajukan atas suatu Surat Ketetapan Pajak atau Pemotongan atau Pemungutan Pajak oleh pihak ketiga
Keberatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak atas suatu:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
- Surat Ketetapan Pajak Nihil;
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
- Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan keberatan diajukan atas “suatu” ini adalah Wajib
Pajak harus mengajukan keberatan dalam 1 surat hanya terhadap 1 (satu)
ketetapan atau pemotongan/pemungutan pajak. Keberatan harus diajukan
terhadap 1 (satu) jenis pajak dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.
Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk mengajukan satu surat keberatan
untuk beberapa ketetapan pajak.
Contoh:
Wajib Pajak mendapatkan 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak untuk PPh
Badan Tahun 2013 dan 12 (dua belas) Surat Ketetapan Pajak untuk PPN
untuk setiap bulan mulai masa Januari s.d. Desember 2013. Dengan
demikian, Wajib Pajak harus mengajukan 13 (tiga) belas surat keberatan
atas masing-masing ketetapan pajak (walaupun koreksi atas ketiga belas
ketetapan tersebut memiliki keterkaitan dan materi yang sama).
b. Keberatan Diajukan Kepada Direktur Jenderal Pajak dalam Bahasa Indonesia
Keberatan ini hanya dapat diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak
melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat di mana surat ketetapan
pajak tersebut diterbitkan. Keberatan ini harus diajukan secara tertulis
melalui surat dalam Bahasa Indonesia. Walaupun Wajib Pajak tersebut
telah mendapatkan ijin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat dan Bahasa Inggris, namun pengajuan surat
keberatan ini tetap harus diajukan dalam Bahasa Indonesia.
c. Keberatan harus mengemukakan jumlah pajak dan alasan
Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak ini harus mengemukakan
adanya jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan
disertai alasan yang menjadi dasar perhitungannya. Alasan-alasan yang
dikemukakan dalam surat keberatan ini adalah alasan-alasan yang jelas
dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan,
atau bukti pemotongan.
d. Batas Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal
pemotongan atau pemungutan pajak. Jangka waktu pengajuan keberatan ini
dapat melebihi 3 (tiga) bulan apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu 3 (tiga) bulan ini tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya (force majeur). Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak ini adalah meliputi:
- Bencana alam;
- Kebakaran;
- Huru-hara/kerusuhan massal;
- Diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan yang
mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tertera dalam
surat ketetapan pajak berubah, kecuali Surat Keputusan Pembetulan yang
diterbitkan akibat hasil Persetujuan Bersama; atau
- Keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
e. Wajib Melunasi Tunggakan Pajak
Untuk mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak
diwajibkan untuk melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan (closing conference), sebelum surat keberatan disampaikan.
Apabila salah satu dari persyaratan formal di atas tidak terpenuhi,
maka keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak bukan merupakan surat
keberatan sehingga keberatannya ini tidak dipertimbangkan.
Selain kelima syarat yang diwajibkan bagi Wajib Pajak yang mengajukan
keberatan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 juga
mensyaratkan bentuk baku (format) dari suatu surat keberatan dan surat
keberatan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 32 UU KUP.
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak diperbolehkan mengajukan
permohonan pengurangan sanksi, penghapusan sanksi atau pembatalan
ketetapan pajak sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 36 UU KUP.
Cara Pengajuan Keberatan
Wajib Pajak menyampaikan Surat Keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan, dapat dilakukan:
a. Secara langsung;
b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat secara tercatat; atau
c. Dengan cara lain, meliputi melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-Filing.
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang dimaksud ini adalah
perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman
surat jenis tertentu termasuk pengiriman Surat Keberatan ke Direktorat
Jenderal Pajak.
Tanggal yang tercantum dalam tanda bukti penerimaan Surat Keberatan
dengan ketiga metode pengiriman tersebut di atas merupakan tanggal Surat
Keberatan diterima.
Pengajuan Keberatan dan Tunggakan Pajak
Bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, maka jangka waktu
pelunasan pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil
verifikasi sebagaimana tercantum dalam SKPKB dan SKPKBT dan belum
dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
Jumlah pajak yang belum dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi ini
tidak termasuk sebagai utang pajak.
Sanksi Denda Atas Pajak Yang Belum Dibayar Saat Keberatan Ditolak
Jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui oleh Wajib
Pajak dan belum dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum pengajuan keberatan
ini menjadi harus dilunasi apabila ternyata keberatan yang diajukan
Wajib Pajak tersebut ditolak.
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding, maka
akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah
pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Contoh:
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar
Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus
dibayar sebesar Rp 200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian
SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan
sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus
dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00.
Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU KUP, tetapi dikenai sanksi sebesar:
50% x (Rp750.000.000.00-Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
Hak Wajib Pajak Dalam Keberatan
Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak memiliki hak untuk
meminta diberikan keterangan dan penjelasan secara tertulis atas hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan
atau pemungutan pajak kepada pihak Direktur Jenderal Pajak melalui
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
Atas permintaan keterangan ini, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak tersebut.
Pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan
Wajib Pajak ini tidak menambah jangka waktu pengajuan keberatan.
Pencabutan Pengajuan Keberatan
Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan
kepada Direktur Jenderal Pajak. Pengajuan pencabutan keberatan ini
harus dilakukan sebelum tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Untuk
Hadir.
Pencabutan pengajuan keberatan ini dilakukan melalui penyampaian permohonan dengan memenuhi persyaratan:
a. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dan dapat mencantumkan alasan pencabutan dengan menggunakan format
sesuai contoh dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor
9/PMK.03/2013;
b. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa dan
dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (3) Undang-Undang KUP; dan
c. Surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Pajak dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan
atasan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Atas permohonan pencabutan keberatan ini, Direktur Jenderal Pajak
wajib memberikan jawaban berupa surat persetujuan atau surat penolakan
dengan format sesuai contoh dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 9/PMK.03/2013.
Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, maka atas
ketetapan yang bersangkutan tidak dapat diajukan permohonan pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sesuai ketentuan
Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
Atas pajak yang masih kurang dibayar sebagaimana dinyatakan dalam
surat ketetapan pajak yang telah dicabut pengajuan keberatannya menjadi
utang pajak sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut.
Butuh informasi lebih lanjut, hubungi HPS CONSULTINGS.
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Judul: Keberatan atas Ketetapan atau Pemotongan Pajak
Ditulis Oleh Unknown
Silahkan juga untuk melihat artikel seputar Akuntansi dan Pajak pada Halaman lainnya. Apabila membutuhkan Jasa Kami dapat menghubungi di Halaman Contact Us. Terima kasih atas perhatiannya
Judul: Keberatan atas Ketetapan atau Pemotongan Pajak
Ditulis Oleh Unknown
Silahkan juga untuk melihat artikel seputar Akuntansi dan Pajak pada Halaman lainnya. Apabila membutuhkan Jasa Kami dapat menghubungi di Halaman Contact Us. Terima kasih atas perhatiannya
Jika Anda menyukai Artikel ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Konsultan Pajak