MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37/PMK.03/2015
TENTANG
PENUNJUKAN BADAN USAHA TERTENTU UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN
MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA CARA
PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|
Menimbang |
: |
a. |
bahwa daIam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 16A Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kaIi diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009, telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012; |
|
|
b |
bahwa dalam rangka lebih memudahkan pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha tertentu, perlu menunjuk Badan
Usaha tertentu untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri; |
|
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penunjukan Badan
Usaha Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya; |
|
|
|
|
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); |
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069); |
|
|
|
|
MEMUTUSKAN: |
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERl KEUANGAN TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA TERTENTU
UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA
TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA. |
|
|
|
|
Pasal 1 |
|
|
(1) |
Badan usaha tertentu ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah. |
|
|
(2) |
Badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: |
|
|
|
a. |
badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh
Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi
tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada badan
usaha milik negara lainnya; |
|
|
|
b. |
badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan
restrukturisasi oleh Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT
Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT
Pupuk Iskandar Muda; |
|
|
|
c. |
badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha
milik negara yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT
Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk,
PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk,
PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma
Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas
Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI
Syariah, dan Bank BNI Syariah. |
|
|
(3) |
Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dan huruf c melakukan perubahan nama badan usaha, badan usaha
tertentu tersebut tetap ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|
|
(4) |
Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak lagi dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara, badan
usaha tertentu dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah. |
|
|
|
|
Pasal 2 |
|
|
(1) |
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada badan usaha tertentu
dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh badan usaha tertentu. |
|
|
(2) |
Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak kepada badan usaha tertentu. |
|
|
|
|
Pasal 3 |
|
|
(1) |
Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh badan usaha
tertentu adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar
Pengenaan Pajak. |
|
|
(2) |
Dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang Pajak
Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh badan
usaha tertentu adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. |
|
|
|
|
Pasal 4 |
|
|
(1) |
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh badan usaha tertentu
dalam hal: |
|
|
|
a. |
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; |
|
|
|
b. |
pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan
mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; |
|
|
|
c. |
pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero); |
|
|
|
d. |
pembayaran atas rekening telepon; |
|
|
|
e. |
pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau |
|
|
|
f. |
pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah. |
|
|
(2) |
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dipungut, disetor,
dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan. |
|
|
|
|
Pasal 5 |
|
|
(1) |
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada badan usaha tertentu. |
|
|
(2) |
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat: |
|
|
|
a. |
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; |
|
|
|
b. |
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak; atau |
|
|
|
c. |
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. |
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
|
|
(1) |
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dilakukan pada saat: |
|
|
|
a. |
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; |
|
|
|
b. |
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak; atau |
|
|
|
c. |
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. |
|
|
(2) |
Badan usaha tertentu wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah
dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
|
|
(3) |
Badan usaha tertentu wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah
dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat badan usaha
tertentu terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak. |
|
|
(4) |
Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setiap bulan dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi
pemungut Pajak Pertambahan Nilai. |
|
|
(5) |
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur
Pajak dan Surat Setoran Pajak. |
|
|
(6) |
Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
oleh badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4), serta format daftar nominatif Faktur Pajak dan
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
|
|
|
Pasal 7 |
|
|
Dalam hal badan usaha tertentu yang ditunjuk untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4), badan usaha tertentu tersebut dikenai sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. |
|
|
|
Pasal 8 |
|
|
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2015. |
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Maret 2015 |
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
|
ttd. |
|
|
|
|
|
|
BAMBANG P. S . BRODJONEGORO |