Konsultan Pajak

PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA

<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank"><img alt="Konsultan Pajak" border="0" height="238" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeWxSeou81keXRRg-FRtJFg3g99qiNMgOwjMnWNQvMfP_C6-N6S9qNyrccUVjm8IOx6gznFtcOiUkSqOEwcuDjXR52d29e79psoRQRGh2IYJpq1hz7mF5hL9U2n5Wlht3FEfXN8ZM3NijK/s320/taxes.jpeg" width="320" /></a></div>
<h3>
<b><span style="font-size: large;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank">HPS CONSULTINGS</a></span></span></b> </h3>
</div>
<br />
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA</div>
<div style="text-align: center;">
<b>SALINAN</b></div>
<div style="text-align: center;">
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA</div>
<div style="text-align: center;">
NOMOR 29/PMK.03/2015</div>
<div style="text-align: center;">
TENTANG</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA YANG TERBIT BERDASARKAN<br />
PASAL 19 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR <b>6 TAHUN 1983</b> TENTANG<br />
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA<br />
TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN<br />
UNDANG-UNDANG NOMOR <b>16 TAHUN 2009</b></div>
<div style="text-align: center;">
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA</div>
<div style="text-align: center;">
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,</div>
<br />
<table style="height: 6203px; width: 514px;"><tbody>
<tr>
<td width="13%">Menimbang</td>
<td width="2%">:</td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">bahwa dalam rangka mendorong Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak 
sebagai usaha meningkatkan penerimaan negara, diperlukan instrumen 
kebijakan di bidang perpajakan;</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">bahwa berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor <b>6 TAHUN 1983</b> tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor <b>16 TAHUN 2009</b>,
 Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk mengurangkan atau 
menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang 
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 
perpajakan;</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan 
huruf b, perlu untuk menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang 
Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga yang Terbit Berdasarkan Pasal 19 
Ayat (1) Undang-Undang Nomor <b>6 TAHUN 1983</b> tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang Undang Nomor <b>16 TAHUN 2009</b>;</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4"></td>
</tr>
<tr>
<td width="13%">Mengingat</td>
<td width="2%">:</td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Undang-Undang Nomor <b>6 TAHUN 1983</b> tentang Ketentuan 
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) 
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang 
Nomor <b>16 TAHUN 2009</b> (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Peraturan Pemerintah Nomor <b>74 TAHUN 2011</b> tentang 
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran 
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara
 Republik Indonesia Nomor 5268);</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan 
Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi 
Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah 
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 25);</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="5"></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7"><div style="text-align: center;">
MEMUTUSKAN:</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="5"><br /></td>
</tr>
<tr>
<td width="13%">Menetapkan</td>
<td width="2%">:</td>
<td colspan="5">PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI 
BUNGA YANG TERBIT BERDASARKAN PASAL 19 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR <b>6 TAHUN 1983</b> TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALl DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR <b>16 TAHUN 2009</b>.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="5"></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7"><div style="text-align: center;">
Pasal 1</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="5">Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang Undang Nomor <b>6 TAHUN 1983</b> tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor <b>16 TAHUN 2009</b>.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Utang Pajak adalah jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar pada 
saat jatuh tempo pelunasan sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan 
Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, 
serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan 
Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak 
yang masih harus dibayar bertambah.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Sanksi Administrasi adalah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 
2% (dua persen) per bulan yang terbit karena Utang Pajak tidak atau 
kurang dibayar sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang 
KUP.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Penghapusan Sanksi Administrasi adalah penghapusan atas sisa Sanksi 
Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh Wajib 
Pajak.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="4"></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7"><div style="text-align: center;">
Pasal 2</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%">(1)</td>
<td colspan="4">Wajib Pajak yang melunasi Utang Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2016 diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%">(2)</td>
<td colspan="4">Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Utang Pajak yang timbul sebelum tanggal 1 Januari 2015.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4"></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7"><div style="text-align: center;">
Pasal 3</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%">(1)</td>
<td colspan="4">Untuk dapat memperoleh Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana 
tersebut dalam Pasal 2 Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada 
Direktur Jenderal Pajak.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%">(2)</td>
<td colspan="4">Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">Utang Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">terdapat sisa Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(3)</td>
<td colspan="4" width="81%">Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, kecuali dalam
 hal atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak 
Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan 
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterbitkan 
lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, maka 1 (satu) permohonan dapat 
diajukan untuk lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">melampirkan bukti pelunasan Utang Pajak berupa Surat Setoran Pajak 
atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran 
Pajak;</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan 
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus 
dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 
ayat (3) Undang-Undang KUP.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(4)</td>
<td colspan="4" width="81%">Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(5)</td>
<td colspan="4" width="81%">Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan Penghapusan Sanksi 
Administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka
 waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur
 Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib 
Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi
 karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(6)</td>
<td colspan="4" width="81%">Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua sebagaimana 
dimaksud pada ayat (5) tetap diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang 
telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(7)</td>
<td colspan="4" width="81%">Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan persyaratan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga untuk permohonan 
Penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="2" width="77%"><br /></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7" width="98%"><div style="text-align: center;">
Pasal 4</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(1)</td>
<td colspan="4" width="81%">Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan Penghapusan Sanksi
 Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dengan 
meneliti persyaratan dan ketentuan tersebut.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(2)</td>
<td colspan="4" width="81%">Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3); dan/atau</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan/atau ayat (6),</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="4" width="81%">Direktur Jenderal Pajak mengembalikan permohonan tersebut dengan 
menyampaikan surat yang berisi mengenai pengembalian permohonan 
Penghapusan Sanksi Administrasi.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(3)</td>
<td colspan="4" width="81%">Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi dikembalikan 
karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 
(2) dan ayat (6) atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
ayat (3), berlaku ketentuan sebagai berikut:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">untuk permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan 
permohonan sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling
 banyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); atau</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan 
permohonan sepanjang jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 3 ayat (5) belum terlampaui.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(4)</td>
<td colspan="4" width="81%">Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi dikembalikan 
karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 
(4) dan/atau ayat (5), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan 
kembali.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(5)</td>
<td colspan="4" width="81%">Dalam hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi telah memenuhi 
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (4), ayat 
(5), dan ayat (6), serta persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
ayat (3), Direktur Jenderal Pajak memberikan Penghapusan Sanksi 
Administrasi dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi 
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(6)</td>
<td colspan="4" width="81%">Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan 
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) 
diterbitkan atas masing-masing Surat Tagihan Pajak yang diajukan 
permohonan, paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan 
diterima.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="4" width="81%"><br /></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7" width="98%"><div style="text-align: center;">
Pasal 5</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="5" width="83%">Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan Penghapusan Sanksi 
Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), tindakan 
penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai 
dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan atau 
Penghapusan Sanksi Administrasi atau tanggal surat pengembalian 
permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="5" width="83%"><br /></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7" width="98%"><div style="text-align: center;">
Pasal 6</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(1)</td>
<td colspan="4" width="81%">Penghapusan Sanksi Administrasi dilakukan secara jabatan dalam hal:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">Wajib Pajak telah mengajukan 2 (dua) kali permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; atau</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">Wajib Pajak telah mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan 
sanksi administrasi, tetapi jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk pengajuan 
kedua kali telah terlampaui.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(2)</td>
<td colspan="4" width="81%">Penghapusan Sanksi Administrasi secara jabatan sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan 
sebagai berikut:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">Utang Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="3" width="79%">terdapat sisa Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(3)</td>
<td colspan="4" width="81%">Direktur Jenderal Pajak memberikan Penghapusan Sanksi Administrasi 
secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan 
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Adrninistrasi atau Surat Keputusan 
Penghapusan Sanksi Administrasi.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td width="2%">(4)</td>
<td colspan="4" width="81%">Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan 
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) 
diterbitkan atas masing-masing Surat Tagihan Pajak.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4"></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7"><div style="text-align: center;">
Pasal 7 </div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"><br /></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="5">Dokumen berupa:</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Surat Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Surat Pengembalian Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="4">Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan 
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 
(5) dan Pasal 6 ayat (3),</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="5">dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum 
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan 
Menteri ini.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"><br /></td>
<td colspan="4"><br /></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7"></td>
</tr>
<tr>
<td colspan="7"><div style="text-align: center;">
Pasal 8</div>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="5">Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="5">Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
 Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td colspan="5"></td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="39%"></td>
<td width="36%">Ditetapkan di Jakarta<br />
pada tanggal 13 Februari 2015 <br />
<br /></td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="39%"></td>
<td width="36%">MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="39%"></td>
<td width="36%"></td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="39%"></td>
<td width="36%">                             ttd.</td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="39%"></td>
<td width="36%"></td>
</tr>
<tr>
<td width="13%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="2%"></td>
<td width="39%"></td>
<td width="36%">          BAMBANG P. S.  BRODJONEGORO</td></tr>
</tbody></table>

PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA

HPS CONSULTINGS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PMK.03/20...

Penghasilan Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

Unknown 0 ARTICLE 6:03 PM

<div class="mastoro-postcontent clearfix">
<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank"><img alt="Konsultan Pajak" border="0" height="238" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeWxSeou81keXRRg-FRtJFg3g99qiNMgOwjMnWNQvMfP_C6-N6S9qNyrccUVjm8IOx6gznFtcOiUkSqOEwcuDjXR52d29e79psoRQRGh2IYJpq1hz7mF5hL9U2n5Wlht3FEfXN8ZM3NijK/s320/taxes.jpeg" width="320" /></a></div>
<h3>
<span style="font-size: large;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank">HPS CONSULTINGS</a> </b></span></span></h3>
</div>
<br />
<b>Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 152/PMK.010/2015</b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>Tentang </b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari
 Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang 
Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan </b></div>
<br />
1. Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai 
harian atau mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya, sampai dengan 
jumlah <b>Rp 300.000,00 (tiga ratus rupiah) sehari</b> tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.<br />
2. Ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tersebut (pasal 1) <b>tidak berlaku dalam hal</b>:<br />
<ol>
<li>Penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) sebulan, atau</li>
<li>Penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.</li>
</ol>
3. Ketentuan tersebut (pasal 1 dan pasal 2) <b>tidak berlaku atas</b>: <br />
<ol>
<li>Penghasilan berupa honorarium</li>
<li>Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.  </li>
</ol>
<br />
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara <b>perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21</b> bagi pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.<br />
Saat peraturan ini berlaku, yaitu mulai tanggal 6 Agustus 2015, Peraturan Menteri Keuangan Nomor <b>206/PMK.011/2012</b>
 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari 
Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak
 Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, <b>dicabut dan dinyatakan tidak berlaku</b>. </div>

Penghasilan Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

HPS CONSULTINGS Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 152/PMK.010/2015 Tentang Penetapan Bagian Penghasilan Seh...

Penegasan Pelaksanaan PP 46 Tahun 2013 PPh Final 1%

Unknown 0 ARTICLE 5:49 PM

<div class="mastoro-postcontent clearfix" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank"><img alt="Konsultan Pajak" border="0" height="238" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeWxSeou81keXRRg-FRtJFg3g99qiNMgOwjMnWNQvMfP_C6-N6S9qNyrccUVjm8IOx6gznFtcOiUkSqOEwcuDjXR52d29e79psoRQRGh2IYJpq1hz7mF5hL9U2n5Wlht3FEfXN8ZM3NijK/s320/taxes.jpeg" width="320" /></a></div>
<h3>
<span style="font-size: large;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank">HPS CONSULTINGS</a> </b></span></span></h3>
</div>
<br />
<b>Penegasan Pelaksanaan PP 46 Tahun 2013 PPh Final 1%</b><br />
Walaupun telah lebih dari 1 (satu) tahun ketentuan PP Nomor 46 Tahun 
2013 diberlakukan, namun pada prakteknya masih ditemukan banyaknya 
perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan ketentuan mengenai pengenaan PPh 
sebesar 1% dari Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran
 bruto tertentu yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun. Untuk 
mengatasi perbedaan penafsiran tersebut, maka Direktur Jenderal Pajak 
mengeluarkan <a href="http://syafrianto.blogspot.com/2013/12/kumpulan-surat-edaran-direktur-jenderal.html">Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014</a> tanggal 17 September 2014.<br />
Beberapa hal yang ditegaskan dalam SE-32/PJ/2014 sehubungan dengan pelaksanaan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah:<br />
<b>1. Objek Pajak Penghasilan</b><br />
Penghasilan yang dikenai PPh Final sebesar 1% berdasarkan PP Nomor 46
 Tahun 2013 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari 
kegiatan usaha, kecuali:<br />
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa sehubungan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam PP 46 Tahun 2013,<br />
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri,<br />
- Penghasilan yang telah dikenai PPh yang bersifat final dengan 
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan<br />
- Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.<br />
<b> 2. Penentuan Saat Beroperasi Secara Normal</b><br />
Penentuan saat beroperasi secara komersial bagi Wajib Pajak badan 
adalah saat Wajib Pajak melakukan kegiatan operasi secara komersial 
untuk pertama kali. Bagi Wajib Pajak yang bergerak di sektor:<br />
- Jasa, adalah saat pertama kali dilakukannya penjualan jasa dan/atau
 saat diterima atau diperolehnya pendapatan/penghasilan; dan/atau<br />
- Dagang dan industri, adalah saat pertama kali dilakukannya 
penjualan barang dan/atau saat diterima atau diperolehnya 
pendapatan/penghasilan.<br />
Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 
Nomor 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara 
komersial untuk pertama kali, ditentukan berdasarkan peredaran bruto 
dari usaha dalam 1 (satu) Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi 
secara komersial. Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara 
komersial sebagaimana disebutkan di atas, dikenai PPh berdasarkan tarif 
umum UU PPh sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi 
secara komersial. Dalam hal jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi
 secara komersial ini melewati Tahun Pajak saat beroperasi secara 
komersial, ketentuan pengenaan PPh berdasarkan tarif umum UU PPh berlaku
 sampai dengan akhir Tahun Pajak berikutnya setelah Tahun Pajak saat 
beroperasi secara komersial.<br />
Pengenaan PPh yang bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 bagi 
Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara komersial untuk pertama 
kali, untuk tahun selanjutnya ditentukan berdasarkan peredaran bruto 
Tahun Pajak sebelumnya.<br />
<i>Contoh 1: </i><br />
PT ABCD (Wajib Pajak badan) dengan tahun buku sama dengan tahun 
takwim, baru beroperasi secara komersial pada tanggal 1 Juli 2013. 
Karena baru beroperasi secara komersial, maka PT ABCD dikenai PPh 
berdasarkan tarif umum PPh Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014 (jangka
 waktu 1 tahun beroperasi secara komersial 1 Juli 2013 sampai dengan 30 
Juni 2014 dan diteruskan hingga 31 Desember 2014).<br />
Untuk pengenaan PPh pada tahun 2015 adalah dengan memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2014.<br />
<i>Contoh 2: </i><br />
PT CDE (Wajib Pajak badan) dengan tahun buku sama dengan tahun 
takwim, baru beroperasi secara komersial pada tanggal 1 Januari 2013. 
Karena baru beroperasi secara komersial, maka PT CDE dikenai PPh 
berdasarkan tarif umum PPh untuk Tahun Pajak 2013 (jangka waktu 1 tahun 
sejak beroperasi secara komersial 1 Januari 2013 sampai dengan 31 
Desember 2013).<br />
Untuk pengenaan PPh pada Tahun Pajak 2014 memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2013.<br />
<i>Contoh 3: </i><br />
PT XYZ (Wajib Pajak badan) dengan tahun buku sama dengan tahun 
takwim, baru beroperasi secara komersial pada tanggal 2 Januari 2013. 
Karena baru beroperasi secara komersial, maka PT XYZ dikenai PPh 
berdasarkan tarif umum PPh untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014 
(jangka waktu 1 tahun sejak beroperasi secara komersial 2 Januari 2013 
sampai dengan 1 Januari 2014 dan diteruskan sampai dengan 31 Desember 
2014).<br />
Untuk pengenaan PPh pada Tahun Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2014.<br />
<i>Contoh 4:</i><br />
PT KLM (Wajib Pajak badan) dengan tahun buku sama dengan tahun 
takwim, baru beroperasi secara komersial pada tanggal 1 Agustus 2013. 
Karena baru beroperasi secara komersial, maka PT KLM dikenai PPh 
berdasarkan tarif umum PPh untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014 
(jangka waktu 1 tahun sejak beroperasi secara komersial 1 Agustus 2013 
sampai dengan 31 Juli 2014 dan diteruskan sampai dengan 31 Desember 
2014).<br />
Untuk pengenaan PPh pada Tahun Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2014.<br />
<b>3. Perlakuan PPh Untuk Wajib Pajak dengan Jenis Usaha Tertentu</b><br />
<br />
<i><b>a. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Badan atau Lembaga Nirlaba Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan</b></i><br />
Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang 
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan 
pengembangan perlakuannya adalah sebagai berikut.<br />
- Atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga 
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian
 dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang 
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
 kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka 
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut
 adalah bukan merupakan penghasilan yang bukan objek PPh.<br />
- Dalam hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lebih 
sebagaimana diuraikan di atas tidak terpenuhi, maka atas sisa lebih 
tersebut merupakan objek PPh.<br />
Oleh sebab itu, perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak badan atau 
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang 
penelitian dan pengembangan adalah mengacu kepada ketentuan tarif umum 
PPh.<br />
<i><b>b. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Reksa Dana</b></i><br />
Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yang melakukan 
penghimpunan dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya 
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi yang dapat 
berbentuk perseroan atau kontrak investasi kolektif sesuai UU Pasar 
Modal.<br />
Aliran penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak reksa dana termasuk 
dalam kategori penghasilan yang berasal dari usaha sebagaimana dimaksud 
dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Sehingga, dalam hal Wajib 
Pajak reksa dana memenuhi kriteria PP 46 Tahun 2013, maka Wajib Pajak 
reksa dana dikenai PPh yang bersifat final sesuai ketentuan PP 46 Tahun 
2013.<br />
<i><b>c. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Bank/Bank Perkreditan Rakyat/Koperasi Simpan Pinjam/Lembaga Pemberi Dana Pinjaman</b></i><br />
Bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan 
pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman yang memenuhi kriteria sebagai 
Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas 
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperolehnya dikenai PPh 
bersifat final sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.<br />
Peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak bagi Wajib Pajak 
bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana
 pinjaman adalah jumlah seluruh penghasilan usaha jasa 
perbankan/peminjaman, antara lain:<br />
- Pendapatan bunga, fee, komisi, dan seluruh penghasilan yang terkait
 dengan pemberi kredit/pinjaman, tidak termasuk pembayaran pokok 
kredit/pinjaman,<br />
- Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia.<br />
Dalam hal Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan 
pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman tidak memenuhi kriteria sebagai 
Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas 
penghasilan yang diterima Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan tarif umum
 PPh.<br />
<i><b>d. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Wajib Pajak OPPT)</b></i><br />
Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha yang memiliki peredaran 
bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak yang memenuhi 
kriteria sebagai Wajib Pajak OPPT dan kriteria sebagai Wajib Pajak yang 
dikenai PPh berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas penghasilan dari 
usaha yang diterima atau diperolehnya dikenai PPh bersifat final sebesar
 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.<br />
Bagi Wajib Pajak OPPT yang memiliki peredaran bruto melebihi Rp 4,8 
miliar dalam 1 Tahun Pajak dan memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak 
OPPT, maka pengenaan PPh bagi Wajib Pajak tersebut mengacu pada 
ketentuan tarif umum UU PPh dan pembayaran angsuran PPh mengacu pada 
ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh yaitu sebesar 0,75% dari jumlah 
peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat kegiatan usaha.<br />
<i><b>e. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)</b></i><br />
Wajib Pajak orang pribadi yang berprofesi sebagai PPAT sebagaimana 
yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan 
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan 
Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah:<br />
- Mempunyai persamaan kewenangan dengan Notaris, yaitu merupakan 
pejabat umum yang diberikan kewenangan membuat akta otentik tertentu 
yakni akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan<br />
- Dapat dipersamakan dengan notaris sebagai Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.<br />
Perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak PPAT adalah mengacu pada ketentuan umum UU PPh yang dikenakan tarif PPh umum.<br />
<b>4. Penegasan Mengenai Ketentuan Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Sesuai Ketentuan PP 46 Tahun 2013</b><br />
<i><b>a. Ketentuan Penyetoran PPh</b></i><br />
Wajib Pajak wajib menyetorkan PPh terutang ke kas negara melalui:<br />
- Kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP;<br />
- Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank-bank tertentu dimana Wajib Pajak 
menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) dengan teraan Nomor Transaksi 
Penerimaa Negara (NTPN) dalam bentuk cetakan struk ATM yang kedudukannya
 disamakan dengan SSP;<br />
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.<br />
Contoh: untuk setoran PPh Final 1% masa pajak September 2014 disetorkan paling lambat tanggal 15 Oktober 2014.<br />
<i><b>b. Ketentuan Pelaporan SPT Masa</b></i><br />
Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana 
dimaksud pada huruf a wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20 
hari setelah Masa Pajak berakhir.<br />
Contoh: untuk melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) masa pajak 
September 2014 dilaporkan paling lambat tanggal 20 Oktober 2014.<br />
Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran PPh final 1% dan telah 
mendapatkan validasi NTPN, dianggap telah menyampaikan/melaporkan SPT 
Masa PPh, dengan tanggal pelaporan sesuai tanggal NTPN yang tercantum 
pada SSP atau cetakan struk ATM.<br />
Wajib Pajak dengan jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini.<br />
Ketentuan mengenai pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini 
diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014, sehingga atas keterlambatan 
pelaporan (sesuai tanggal validasi NTPN) masa Juli s.d. Desember 2013 
tidak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000 
untuk setiap masa pelaporan.<br />
<br />
Butuh konsultasi lebih lanjut hubungi Bristol Tax Service.</div>

Penegasan Pelaksanaan PP 46 Tahun 2013 PPh Final 1%

HPS CONSULTINGS Penegasan Pelaksanaan PP 46 Tahun 2013 PPh Final 1% Walaupun telah lebih dari 1 (satu) tahun ketentuan PP Nomor 4...

Tata cara permohonan pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan

Unknown 0 ARTICLE 5:19 PM

<div class="mastoro-postcontent clearfix" style="text-align: left;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank"><img alt="Konsultan Pajak" border="0" height="238" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeWxSeou81keXRRg-FRtJFg3g99qiNMgOwjMnWNQvMfP_C6-N6S9qNyrccUVjm8IOx6gznFtcOiUkSqOEwcuDjXR52d29e79psoRQRGh2IYJpq1hz7mF5hL9U2n5Wlht3FEfXN8ZM3NijK/s320/taxes.jpeg" width="320" /></a></div>
<h3>
<b><span style="font-size: large;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><a href="http://hpsconsultings.blogspot.co.id/" target="_blank">HPS CONSULTINGS</a></span></span></b></h3>
<br />
PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA<br />
<br />
<div class="mastoro-layout-wrapper">
<div class="mastoro-content-layout">
<div class="mastoro-content-layout-row">
<div class="mastoro-layout-cell mastoro-content">
<br />
<br />
<article class="mastoro-post mastoro-article  post-259 post type-post status-publish format-standard hentry category-news" id="post-259"><div class="mastoro-postcontent clearfix">
<div style="text-align: center;">
NOMOR 13 TAHUN 2015</div>
<div style="text-align: center;">
TENTANG</div>
<div style="text-align: center;">
TATA CARA PERMOHONAN PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN<br />
PAJAK PENGHASILAN BADAN</div>
<div style="text-align: center;">
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA</div>
<div style="text-align: center;">
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Menimbang :</div>
<ol>
<li style="text-align: justify;">bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan
 Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas 
Pajak Penghasilan Badan, perlu diatur tata cara permohonan pemberian 
fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan di Badan Koordinasi 
Penanaman Modal;</li>
<li style="text-align: justify;">bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, 
perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal 
tentang Tata Cara Permohonan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak 
Penghasilan Badan;</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
Mengingat :</div>
<ol style="text-align: justify;">
<li>Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran 
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 4724);</li>
<li>Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran
 Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran 
Negara Republik Indonesia Nomor 5038);</li>
<li>Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan 
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun 
Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, 
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);</li>
<li>Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan 
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran 
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara
 Republik Indonesia Nomor 5357);</li>
<li>Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 Tentang Badan Koordinasi 
Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor
 86 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 
210);</li>
<li>Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan 
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
2014 Nomor 221);</li>
<li>Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.011/2014 tentang 
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Keuangan di Badan 
Koordinasi Penanaman Modal;</li>
<li>Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 122/M-IND/PER/2014 tentang 
Pendelegasian Kewenangan Pemberian Perizinan Bidang Industri Dalam 
Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi 
Penanaman Modal;</li>
<li>Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;</li>
<li>Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 23 Tahun 2015
 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Minyak dan 
Gas Bumi Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada 
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;</li>
<li>Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 90/SK/2007 
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penanaman Modal 
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala 
Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1 Tahun 2011;</li>
<li>Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 9 Tahun 2015
 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di Badan 
Koordinasi Penanaman Modal;</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
MEMUTUSKAN :</div>
<div style="text-align: center;">
Menetapkan :</div>
<div style="text-align: center;">
PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI 
PENANAMAN MODAL TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PEMBERIAN FASILITAS 
PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
Pasal 1</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:</div>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik 
oleh Penanam Modal Dalam Negeri maupun Penanam Modal Asing, untuk 
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Wajib Pajak adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan penanaman modal.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, 
memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan 
teknologi baru, dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Holiday adalah 
fasilitas pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri 
Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak 
Penghasilan Badan.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Izin Prinsip Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin Prinsip, 
adalah izin dari pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah 
Daerah Kabupaten/Kota yang wajib dimiliki dalam rangka memulai usaha.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin
 Prinsip Perubahan, adalah Izin Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan, 
dalam rangka legalisasi perubahan rencana atau realisasi Penanaman Modal
 yang telah ditetapkan sebelumnya.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Usulan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan adalah
 usulan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal yang ditujukan kepada 
Menteri Keuangan sebagai bahan pertimbangan  untuk pembahasan di Komite 
Verifikasi.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat BKPM, 
adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab 
di bidang penanaman modal, yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada
 di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Kementerian Teknis adalah kementerian pembina sektor.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP, adalah
 pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari 
tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan 
melalui satu pintu.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">PTSP Pusat adalah pelayanan terkait dengan penanaman modal yang 
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yang diselenggarakan secara 
terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan 
sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu di 
BKPM, yang penyelenggaraannya dilakukan dengan:<br />
<table style="width: 99%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Menteri/Kepala LPNK kepada Kepala BKPM; dan/atau</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">penugasan Pejabat Kementerian/LPNK di BKPM.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Pejabat Penghubung adalah pejabat Kementerian/LPNK yang ditunjuk 
sebagai Front Officer/Back Officer untuk memberikan pelayanan konsultasi
 dan/atau memproses permohonan Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan
 penanaman modal yang menjadi kewenangan Menteri Teknis/Kepala LPNK 
dengan uraian tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban 
yang jelas.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Front Officer PTSP Pusat di BKPM adalah petugas yang menerima 
permohonan fasilitas dari Wajib Pajak yang terdiri dari Pejabat 
Penghubung dan Pejabat BKPM di lingkungan unit Direktorat Pelayanan 
Fasilitas.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Komite Verifikasi adalah Komite yang dibentuk berdasarkan Keputusan 
Menteri Keuangan yang diketuai oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal dengan
 anggota terdiri dari kementerian teknis dan BKPM.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<div style="text-align: center;">
Pasal 2</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(1)</td>
<td width="946">Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Holiday dapat 
diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru yang 
merupakan Industri Pionir.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(2)</td>
<td width="946">Industri pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup :<br />
<table style="width: 99%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri logam hulu;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri pengilangan minyak bumi;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri transportasi kelautan;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan/atau</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).</td>
</tr>
</tbody>
</table>
</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(3)</td>
<td width="946">Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan 
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Holiday yang memenuhi 
kriteria :<br />
<table style="width: 99%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">merupakan Wajib Pajak baru;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">melakukan penanaman modal baru di industri pionir;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan 
pengesahan dari instansi yang berwenang, paling sedikit sebesar Rp 
1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) atau paling sedikit sebesar 
Rp 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) untuk industri 
pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dan memenuhi 
persyaratan memperkenalkan teknologi tinggi (high tech);</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal 
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur 
mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal 
perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">menyampaikan surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di 
perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total 
rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf c dan dana 
tersebut tidak ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi 
penanaman modal;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah tanggal 15 Agustus 2011;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki 
langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri dan/atau Wajib Pajak luar negeri 
berupa bentuk usaha tetap, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
 pada ayat (1) Wajib Pajak dalam negeri dan/atau Wajib Pajak luar negeri
 berupa bentuk usaha tetap tersebut harus memiliki surat keterangan 
fiskal yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan 
ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan 
fiskal.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<div style="text-align: center;">
Pasal 3</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(1)</td>
<td width="946">Permohonan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Holiday 
diajukan oleh Wajib Pajak kepada PTSP Pusat di BKPM dengan dilengkapi 
dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian 
tidak terpisahkan dari Peraturan ini, berupa :<br />
<table style="width: 99%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">surat permohonan yang ditandatangani di atas meterai cukup oleh 
pengurus Wajib Pajak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam 
Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">Izin Prinsip serta Izin Prinsip perubahannya yang diterbitkan oleh 
BKPM atau Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Batu Pintu 
Provinsi;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">rekaman akta pendirian badan usaha dan perubahannya dilengkapi dengan
 pengesahan/persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM atau Pengadilan 
Negeri;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">kajian pemenuhan kriteria industri pionir;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">asli surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di perbankan
 di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf e;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">surat keterangan fiskal untuk Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan pada Pasal 2 ayat (3) huruf g;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">penjelasan sumber pembiayaan investasi perusahaan disertai dokumen-dokumen pendukungnya;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">penjelasan pemenuhan ketentuan besaran perbandingan antara utang dan 
modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang 
mengatur mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal
 perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">surat kuasa bermeterai cukup apabila pengurusan permohonan tidak 
dilakukan secara langsung oleh pengurus Wajib Pajak sesuai dengan format
 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak 
terpisahkan dari Peraturan ini.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(2)</td>
<td width="946">Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak badan :<br />
<table style="width: 99%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">dimiliki langsung oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">kepemilikannya terdiri atas saham-saham yang terdaftar pada bursa efek di Indonesia.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<div style="text-align: center;">
Pasal 4</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(1)</td>
<td width="946">Dokumen Permohonan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax 
Holiday disampaikan langsung kepada Front Officer PTSP Pusat di BKPM.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(2)</td>
<td width="946">Atas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan klarifikasi pemenuhan persyaratan dengan ketentuan :<br />
<table style="width: 99%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">dalam hal Izin Prinsip diterbitkan oleh BKPM, klarifikasi dilakukan dengan menghadirkan Wajib Pajak;</td>
</tr>
<tr>
<td width="25"></td>
<td width="946">dalam hal Izin Prinsip diterbitkan oleh Badan Penanaman Modal dan 
Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi, klarifikasi dilakukan dengan 
menghadirkan Wajib Pajak dan wakil dari Badan Penanaman Modal dan 
Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(3)</td>
<td width="946">Dalam hal keputusan klarifikasi pemenuhan persyaratan menyatakan 
dokumen permohonan sudah lengkap dan benar diterbitkan tanda terima 
permohonan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam 
Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan 
ini.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(4)</td>
<td width="946">Sebagai tindak lanjut dari klarifikasi pemenuhan persyaratan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan Rapat Klarifikasi Teknis 
yang dihadiri perwakilan dari kementerian teknis, Kementerian Keuangan, 
tenaga ahli, akademisi dan asosiasi sesuai bidang usaha yang dimohonkan 
fasilitasnya.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(5)</td>
<td width="946">Berdasarkan klarifikasi pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud 
pada ayat (2) dan Rapat Klarifikasi Teknis sebagaimana dimaksud pada 
ayat (3), dilakukan Rapat Pengambilan Keputusan untuk menerima atau 
menolak permohonan.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(6)</td>
<td width="946">Hasil klarifikasi pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada 
ayat (2), Rapat Klarifikasi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), 
dan Rapat Pengambilan Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) 
masing-masing dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh 
seluruh peserta rapat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum 
dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari 
Peraturan ini.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(7)</td>
<td width="946">Dalam hal permohonan diterima, Kepala BKPM membuat Usulan Pemberian 
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Holiday dengan 
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang 
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(8)</td>
<td width="946">Dalam hal permohonan ditolak, Kepala BKPM membuat Surat Penolakan 
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang 
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<div style="text-align: center;">
Pasal 5</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(1)</td>
<td width="946">Jangka waktu proses klarifikasi sampai dengan terbitnya usulan 
menerima/menolak selama 65 (enam puluh lima) hari kerja terhitung sejak 
diterbitkannya tanda terima.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(2)</td>
<td width="946">Apabila dalam proses klarifikasi teknis terdapat kekurangan dokumen 
yang harus dilengkapi oleh Wajib Pajak namun sampai dengan batas waktu 
sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Klarifikasi Teknis Wajib Pajak 
belum dapat melengkapi dokumen tambahan dimaksud, maka permohonan 
dikembalikan kepada Wajib Pajak</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<div style="text-align: center;">
Pasal 6</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td width="25">(1)</td>
<td width="946">Terhadap Wajib Pajak yang atas usulan pemberian fasilitas pengurangan
 Pajak Penghasilan badan yang ditolak oleh Menteri Keuangan dan telah 
diterbitkan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan dimaksud, 
dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di 
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu 
sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan 
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 dan peraturan pelaksanaannya.</td>
</tr>
<tr>
<td width="25">(2)</td>
<td width="946">Tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal
 di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu bagi
 Wajib Pajak yang usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak 
Penghasilan badan ditolak oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) sesuai Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal 
yang mengatur mengenai tata cara permohonan fasilitas pajak penghasilan 
untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di 
daerah-daerah tertentu.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Pasal 7</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, permohonan fasilitas 
pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Holiday yang 
telah diterima sebelum berlakunya Peraturan ini, diproses berdasarkan 
Peraturan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Pasal 8</div>
<div style="text-align: justify;">
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Agar setiap orang mengetahuinya, 
memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Ditetapkan di Jakarta<br />
pada tanggal 3 September 2015<br />
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL<br />
REPUBLIK INDONESIA,<br />
ttd.<br />
FRANKY SIBARANI<br />
<br />
Diundangkan di Jakarta<br />
pada tanggal 7 September 2015<br />
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br />
REPUBLIK INDONESIA,<br />
ttd.<br />
YASONNA H. LAOLY</div>
<br /><div class="mastoro-block widget widget_text  clearfix" id="text-6">
<div class="mastoro-blockcontent">
<div class="textwidget">
<center>

</center>
</div>
</div>
</div>
</article></div>
</div>
</div>
</div>
</div>

Tata cara permohonan pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan

HPS CONSULTINGS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG TATA CA...

Konsultan Pajak

PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA

Penghasilan Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

Penegasan Pelaksanaan PP 46 Tahun 2013 PPh Final 1%

Tata cara permohonan pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan

Popular Posts

Contact Form

Blog Archive